Kiabindhibengals.com – Akad jual beli anjing sebagai hewan peliharaan hukumnya sering menimbulkan pertanyaan, baik dari sisi hukum perdata, norma sosial, hingga aspek etika perlindungan hewan. Di Indonesia, anjing tidak hanya dikenal sebagai sahabat manusia, tetapi juga sebagai objek transaksi. Untuk memahami kedudukannya, perlu kita tinjau dari berbagai perspektif hukum dan praktik masyarakat.

Pengertian Akad Jual Beli dalam Konteks Hewan
Definisi akad menurut hukum perdata
Dalam hukum perdata Indonesia, khususnya KUHPerdata, akad jual beli didefinisikan sebagai suatu persetujuan di mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah disepakati. Barang yang dimaksud bisa berupa benda bergerak maupun tidak bergerak, termasuk hewan.
Kalimat “Definisi akad menurut hukum perdata” merujuk pada konsep legal agreement dalam ranah hukum sipil yang menekankan syarat-syarat sahnya perjanjian. Dalam hukum perdata Indonesia, akad atau kontrak dipandang sebagai landasan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang saling mengikat. Untuk memperjelas, berikut poin-poin esensialnya:
-
Unsur Subjektif: harus ada para pihak yang cakap hukum (legally competent parties).
-
Unsur Objektif: objek akad harus jelas, halal, dan dapat ditentukan.
-
Kesepakatan: lahir dari kehendak bebas tanpa paksaan (free will).
-
Tujuan: mengikat para pihak agar melaksanakan hak dan kewajiban sesuai kesepakatan.
Dengan kata lain, akad dalam hukum perdata adalah jembatan formal antara niat baik dan kewajiban nyata, a bridge between intention and obligation.
Unsur sah jual beli hewan
Kalau bicara unsur sah jual beli hewan, sebenarnya kita lagi ngomongin aturan dasar yang bikin transaksi itu dianggap valid menurut hukum dan etika. Bukan sekadar serah uang lalu bawa pulang kambing atau kucing, tapi ada syarat yang harus jalan supaya semuanya fair. Beberapa poin penting yang biasanya jadi acuan:
-
Pihak yang berakad jelas → pembeli dan penjual harus capable alias cakap hukum, bukan anak kecil yang belum ngerti transaksi.
-
Objek hewan harus nyata → hewan yang dijual-belikan harus jelas spesiesnya, sehat atau ada cacatnya, dan benar-benar ada saat akad.
-
Harga transparan → nominal yang disepakati harus jelas, bisa tunai atau cicil, tapi tidak boleh samar-samar.
-
Kesepakatan sukarela → transaksi lahir dari kerelaan tanpa paksaan, no pressure, no trick.
Jadi, jual beli hewan bukan cuma soal uang dan barang, tapi ada prinsip kejujuran, keterbukaan, dan tanggung jawab. Dengan unsur sah ini terpenuhi, transaksi jadi lebih aman, tenang, dan sesuai aturan.
Agar transaksi sah, ada beberapa unsur yang wajib dipenuhi:
-
Kesepakatan antara penjual dan pembeli.
-
Objek transaksi yang jelas (dalam hal ini, seekor anjing).
-
Harga yang pasti dan dapat dinilai dengan uang.
-
Kecakapan hukum dari para pihak yang melakukan transaksi.
Dengan terpenuhinya unsur-unsur tersebut, maka jual beli anjing secara perdata dianggap sah.
Anjing sebagai Objek Jual Beli
Status anjing sebagai hewan peliharaan
Anjing dalam kehidupan modern bukan sekadar penjaga rumah, tetapi juga hewan peliharaan, sahabat manusia, hingga anjing terapi. Statusnya sebagai makhluk hidup menimbulkan dilema: di satu sisi ia dianggap “barang bergerak” dalam hukum perdata, di sisi lain ia adalah makhluk hidup yang memiliki hak untuk diperlakukan layak.
Praktik umum jual beli anjing di masyarakat
Di pasar hewan atau komunitas pecinta anjing, transaksi jual beli anjing sudah menjadi hal yang umum. Bentuknya bisa berupa:
-
Penjualan langsung antarindividu.
-
Breeder resmi yang menjual anjing hasil penangkaran.
-
Adopsi berbayar melalui komunitas atau shelter.
Namun, praktik ini sering menuai kritik, terutama jika penjual mengabaikan kesejahteraan hewan atau memperlakukan anjing hanya sebagai komoditas.
Perspektif Hukum Positif di Indonesia
Aturan KUHPerdata tentang objek jual beli
Menurut KUHPerdata Pasal 1457–1540, objek jual beli mencakup semua benda yang dapat diperdagangkan. Anjing termasuk benda bergerak, sehingga dapat dijadikan objek akad jual beli. Namun, statusnya sebagai hewan peliharaan tetap menuntut tanggung jawab moral dari pemilik baru.
Ketentuan perdagangan hewan peliharaan
Selain KUHPerdata, ada aturan lain yang terkait, yaitu:
-
UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mengatur kesejahteraan hewan.
-
Peraturan daerah tertentu yang mengatur izin usaha penjualan hewan peliharaan.
-
Larangan perdagangan ilegal bagi anjing impor tanpa dokumen kesehatan.
Dengan demikian, meski sah secara hukum, praktik jual beli anjing harus mengikuti regulasi agar tidak melanggar ketentuan perlindungan hewan.
Aspek Etika dan Perlindungan Hewan
Perlakuan layak terhadap hewan
Selain sah secara hukum, jual beli anjing juga perlu dilihat dari kacamata etika. Prinsip animal welfare menekankan lima kebebasan hewan: bebas dari lapar, haus, rasa sakit, ketakutan, dan dapat mengekspresikan perilaku alaminya. Seorang pembeli wajib menjamin anjing peliharaan mendapat tempat tinggal, makanan, dan perawatan yang layak.
Regulasi adopsi dan penangkaran anjing
Beberapa komunitas pecinta hewan kini lebih mendorong adopsi daripada jual beli. Adopsi dianggap lebih etis karena menyelamatkan anjing dari penelantaran. Sementara itu, penangkaran anjing pun harus memenuhi standar kesehatan, vaksinasi, serta tidak melakukan praktik eksploitasi.
Akad Jual Beli Anjing sebagai Hewan Peliharaan
Secara hukum perdata di Indonesia, akad jual beli anjing sebagai hewan peliharaan hukumnya sah selama memenuhi syarat kesepakatan, objek yang jelas, dan harga yang disepakati. Namun, aspek hukum hanyalah satu sisi. Tanggung jawab moral, etika, dan kepatuhan terhadap aturan kesejahteraan hewan jauh lebih penting.
Masyarakat diimbau untuk tidak memandang anjing hanya sebagai komoditas. Baik melalui jual beli maupun adopsi, prinsip perlakuan layak terhadap hewan harus menjadi dasar utama. Dengan begitu, akad jual beli anjing tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga selaras dengan nilai kemanusiaan.
1. Apa itu akad jual beli anjing dalam hukum perdata?
Akad jual beli anjing adalah perjanjian sah antara penjual dan pembeli untuk memindahkan kepemilikan anjing sebagai hewan peliharaan dengan syarat tertentu: ada pihak yang cakap hukum, objek (anjing) yang jelas, harga yang transparan, dan kesepakatan sukarela.
2. Apakah jual beli anjing legal di Indonesia?
Ya, jual beli anjing legal selama memenuhi ketentuan hukum perdata. Namun, tetap ada etika dan aturan kesejahteraan hewan yang harus diperhatikan.
3. Apa saja syarat sah jual beli anjing?
-
Penjual dan pembeli harus cakap hukum (legally competent).
-
Anjing yang diperjualbelikan harus nyata, sehat, dan jelas identitasnya.
-
Harga harus disepakati secara terbuka, tidak samar-samar.
-
Transaksi dilakukan atas dasar kerelaan, tanpa paksaan.
4. Apakah perlu surat atau dokumen saat membeli anjing?
Sebaiknya iya. Dokumen seperti sertifikat vaksinasi, riwayat kesehatan, hingga surat keturunan (jika ras murni) bisa memperkuat kejelasan objek jual beli.
5. Apa yang perlu diperhatikan sebelum akad jual beli anjing?
-
Pastikan kondisi kesehatan anjing dicek terlebih dahulu.
-
Periksa latar belakang penjual untuk menghindari praktik ilegal (misalnya puppy mill).
-
Diskusikan tanggung jawab setelah akad, termasuk biaya perawatan awal.
6. Bagaimana jika terjadi perselisihan setelah jual beli anjing?
Sama seperti akad jual beli lain, perselisihan bisa diselesaikan dengan musyawarah, atau jika perlu, melalui jalur hukum perdata dengan bukti akad (tertulis/lisan) yang sah.
7. Apakah akad harus tertulis atau cukup lisan?
Secara hukum, lisan pun sah selama ada kesepakatan. Namun, akad tertulis jauh lebih aman sebagai bukti bila suatu saat ada sengketa.